Catatan Lara, Novel Romansa Cinta Karya Sita R. Saputra
”Teruntuk Renata Clairo. Terima kasih untuk luka dan patah hatinya. Aku terus berharap kau berbahagia di sana meskipun tanpa aku,”
Sepotong kalimat yang tertulis di balik buku berjudul ”Catatan Lara” nampaknya menguarkan kesedihan mendalam. Sebenarnya tentang apa novel ini?
Novel Romansa Selalu Menarik
Novel romansa telah menjadi salah satu genre yang paling digemari sepanjang masa. Dari kisah cinta yang sederhana hingga cerita yang penuh intrik dan drama, novel-novel ini selalu berhasil menarik perhatian pembaca dari berbagai kalangan.
Salah satu alasan utama mengapa novel romansa selalu diminati adalah karena cinta merupakan emosi universal yang bisa dirasakan oleh siapa saja. Terlepas dari latar belakang, budaya, atau usia, semua orang pernah merasakan cinta atau setidaknya ingin merasakannya.
Novel romansa memberikan kesempatan bagi pembaca untuk mengeksplorasi berbagai aspek cinta, baik itu cinta pertama, cinta terlarang, cinta yang tak terbalas, atau cinta yang menemukan jalan meskipun banyak rintangan. Ini membuat genre ini sangat relevan dan mudah diterima oleh semua orang.
Romansa dari Catatan Lara
Kata ”Lara” di judul buku ini bukan diartikan sebagai nama dari seseorang melainkan ”rasa sakit”. Ya..kisah di buku ini mengisahkan tentang sakit hati yang dialami oleh seorang laki-laki karena ditinggal oleh kekasih hatinya.
Ia adalah seorang laki-laki biasa yang mencintai sosok Renata Clairo. Meski cintanya begitu besar, tetapi semesta seakan tak merestui. Mereka berakhir dipisahkan oleh jarak dan waktu hingga tak dapat melanjutkan hubungan. Padahal, laki-laki yang bernama Raditya ini sangatlah mendambakan kisah cinta yang bertahan selamanya bersama Renata.
Setiap harinya, Raditya mengumbar rasa ”lara” melalui sebuah tulisan surat yang ditujukan untuk Renata. Sayangnya, surat-surat ini memang sengaja tidak dikirimkan oleh Raditya.
Penyajian Unik dengan Surat
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, penulis buku ini yang bernama Sita R. Saputra menggunakan media surat untuk menuliskan catatan-catatan dari si tokoh utama. Dengan ini, seakan-akan pembaca diajak untuk menelisik surat-surat yang tak pernah sampai kepada tujuan. Anda akan turut merasakan sakit hatinya Raditya dan bagaimana ia menjalani hari demi hari dengan bayang-bayang Renata.
Sudut pandang yang digunakan adalah orang pertama, membuat pembaca merasa lebih dekat dan mengenal pribadi Raditya. Layaknya novel pada umumnya, buku ini memiliki bagian prolog dan epilog. Di dua bagian ini menggunakan point of view yang berbeda yakni sudut pandang orang ketiga serba tahu.
Tak ada narasi dan dialog di dalam naskah isi buku ini. Melainkan hanya tulisan-tulisan dari Raditya yang berbentuk surat di sebuah kertas. Bagian dialog hanya ada di bab prolog dan epilog.
Uniknya buku ini, di setiap surat yang ditulis oleh Raditya memiliki judul yang menarik yaitu nama-nama zodiak. Mulai dari Capricorn, Gemini, Aries, Taurus dan banyak lagi. Di bawah judul horoscope itu ditulis di hari dan tanggal ke berapa Raditya menuliskan surat untuk Renata. Sehingga pembaca seakan diajak untuk mengetahui makna dari penggunaan zoadiak sebagai simbol dalam surat-surat Raditya!
Sayangnya tidak dijelaskan atas dasar alasan apa penggunaan judul nama zodiak ini. Apakah karena Renata adalah sosok yang menyukai zodiak? Tidak tahu. Semestinya, penulis bisa memunculkan alasan mengapa surat-surat ini berjudul demikian. Sehingga, penggunaannya memang ditujukan untuk satu hal tertentu dan bermakna.
Tapi tetap saja, menggunakan pembagian waktu berdasarkan zodiak ini unik. Alih-alih menggunakan minggu pertama, minggu kelima atau seterusnya, Sita R. Saputra memilih ide yang out of the box dan fresh.
Tak banyak ilustrasi di dalam buku ini, hanya ada beberapa dan bisa dihitung oleh jari. Tetapi karena memang buku ini menggunakan sudut pandang yang terbatas maka penggunaan ilustrasi pun dilakukan secukupnya saja.
Lalu bagaimana dengan epilognya? Apakah Raditya masih berkesempatan untuk kembali bersama dengan Renata?
Di bagian epilog ini, Raditya dikisahkan sudah berhasil untuk mewujudkan impiannya. Ssst..impian Radit ini banyak dan hampir seluruhnya dicapai olehnya. Tapi apakah ia bertemu dengan Renata? Silakan baca sendiri buku Catatan Lara ini untuk menemukan jawabannya.
Tak Hanya Cinta, Tapi Juga Impian
Apa yang Anda lakukan saat merasakan patah hati yang mendalam? Bersedih dan bermurung hati atau semakin semangat untuk mengejar impian dan membuktikan kepadanya bahwa Anda mampu?
Nah, itulah yang dilakukan oleh Raditya. Semakin hari, ia tak lagi bersedih dengan kisah laranya. Tetapi, ia mampu untuk mengejar dan mewujudkan mimpi-mimpinya terlebih dalam hal pendidikan.
Tokoh utama yang digambarkan di buku ini memiliki impian untuk bisa pergi ke Madrid. Tentu ada alasan mengapa ia sangat mendambakan negeri ini hingga mencoba untuk pergi ke sana atas dasar alasan berkuliah. Karena dia dan Renata menyukai Madrid…
Dengan harapan, mungkin ia akan bisa berjumpa setidaknya secara tidak sengaja di negeri ini. Impiannya ini tentu didapatkan dengan jerih payahnya dalam meraih beasiswa. Kisah perjuangannya pun diceritakan dengan runtut di bab inti yang tertuang dalam surat-surat untuk Renata.
Novel Catatan Lara bukan hanya sekadar tentang cinta yang tak terbalas, tetapi juga tentang pertumbuhan pribadi dan kekuatan untuk bangkit dari kesedihan. Sita R. Saputra dengan cerdas menggambarkan perjalanan emosional Raditya melalui surat-suratnya yang menyentuh hati. Pembaca tidak hanya diajak untuk merasakan kesedihan dan patah hati Raditya, tetapi juga ikut merasakan kebanggaan dan kebahagiaan ketika ia berhasil mencapai impiannya.
Novel ini mengingatkan kita bahwa meskipun cinta bisa membawa kebahagiaan yang luar biasa, cinta juga bisa membawa rasa sakit yang mendalam. Namun, dari rasa sakit itulah, seseorang bisa menemukan kekuatan untuk berubah dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Raditya adalah contoh nyata bagaimana seseorang bisa bangkit dari kegelapan dan menemukan cahaya baru dalam hidupnya.
Pesan dari Penulis
Sita R. Saputra, melalui Catatan Lara, memberikan pesan bahwa cinta bukanlah akhir dari segalanya. Cinta adalah bagian dari perjalanan hidup, dan meskipun terkadang membawa rasa sakit, itu juga bisa menjadi sumber kekuatan yang luar biasa. Novel ini mengajarkan bahwa ketika kita terluka, kita memiliki pilihan untuk tenggelam dalam kesedihan atau bangkit dan mengejar impian kita.
Dengan gaya penulisan yang puitis dan emosional, Sita berhasil membuat Catatan Lara menjadi lebih dari sekadar novel romansa biasa. Ini adalah sebuah refleksi tentang cinta, kehilangan, dan harapan. Sebuah pengingat bahwa meskipun kita mungkin kehilangan cinta, kita tidak pernah kehilangan kemampuan untuk mencintai dan dicintai kembali.
Bagi siapa saja yang pernah merasakan sakitnya kehilangan cinta, novel ini adalah pengingat bahwa setelah setiap lara, selalu ada harapan baru.